Bisnis.com, JAKARTA – Gejolak pasar modal yang terjadi belakangan ini telah menyita perhatian publik dan investor domestik maupun asing. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan hebat hingga memicu mekanisme penghentian perdagangan sementara (trading halt) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Peristiwa pada Selasa, 18 Maret 2025, di mana indeks komposit terjun bebas hingga 5%, menjadi salah satu momen paling menegangkan bagi pelaku pasar tahun ini. Sentimen negatif dari kondisi global yang tidak menentu serta dinamika domestik dituding menjadi pemicu utama aksi jual massal yang membuat grafik saham memerah.
Kepanikan pasar ini memunculkan berbagai spekulasi mengenai kesehatan ekonomi nasional. Banyak pihak mulai mempertanyakan apakah penurunan tajam ini merupakan sinyal awal dari krisis yang lebih dalam atau sekadar koreksi wajar dalam siklus ekonomi. Di tengah hiruk-pikuk kekhawatiran tersebut, Presiden Prabowo Subianto akhirnya angkat bicara untuk memberikan ketenangan sekaligus perspektif berbeda dalam memandang volatilitas pasar. Pernyataan ini dinilai krusial untuk menjaga stabilitas psikologis pasar yang sedang terguncang.
Dalam sebuah wawancara eksklusif yang berlangsung di kediaman pribadinya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (6/4/2025), Presiden Prabowo menanggapi situasi ini dengan sikap yang sangat tenang dan penuh keyakinan. Alih-alih ikut terbawa arus kepanikan, Kepala Negara justru menekankan pentingnya melihat gambaran besar ekonomi Indonesia secara utuh, bukan hanya dari pergerakan grafik saham harian. Prabowo menegaskan bahwa apa yang terjadi di lantai bursa tidak serta-merta mencerminkan kegagalan fundamental ekonomi bangsa yang sedang dibangun.
Respon Presiden ini menjadi angin segar sekaligus bahan evaluasi bagi para pelaku ekonomi. Beliau mengajak masyarakat dan investor untuk tidak reaktif berlebihan terhadap fluktuasi jangka pendek. Dalam pandangannya, ketakutan yang berlebihan justru bisa menjadi musuh yang lebih berbahaya daripada penurunan angka indeks itu sendiri. Pernyataan-pernyataan Prabowo dalam wawancara tersebut membuka wawasan baru mengenai perbedaan mendasar antara spekulasi pasar modal dan investasi sektor riil yang menjadi tulang punggung pembangunan negara.
Prabowo: Jangan Panik, Ini Mekanisme Pasar
Poin utama yang digarisbawahi oleh Presiden Prabowo Subianto adalah bahwa fluktuasi dalam pasar saham adalah sebuah keniscayaan. Dalam dunia keuangan, naik dan turunnya harga saham merupakan bagian dari mekanisme pasar yang wajar dan tidak terhindarkan. Prabowo menekankan bahwa siklus ini akan selalu ada selama pasar modal beroperasi. Beliau menolak narasi yang menyatakan bahwa penurunan IHSG adalah tanda kiamat ekonomi atau kegagalan pemerintah dalam mengelola negara.
Menurut Prabowo, reaksi pasar seringkali berlebihan atau overreactive terhadap isu-isu tertentu. Ketika pasar saham jatuh, suara-suara sumbang dan kritik tajam bermunculan dengan sangat keras, seolah-olah ekonomi Indonesia telah runtuh. Beliau mencontohkan bagaimana narasi negatif berkembang liar ketika pasar sedang "merah", namun mendadak sunyi ketika pasar kembali rebound atau naik. "Waktu sempat beberapa hari yang lalu kan turun ‘uwuwuwuwu’ ya kan, ekonomi Indonesia kacau, gelap, Prabowo gagal blablabla. Begitu beberapa hari naik lagi diam nggak ada yang komentar," ujarnya dengan nada menyindir namun realistis.
Presiden juga menarik perbandingan dengan situasi yang terjadi di Amerika Serikat, kiblat ekonomi dunia. Beliau menyoroti bahwa pasar saham AS pun mengalami penurunan tajam, namun hal itu tidak lantas membuat pemerintah di sana panik. Prabowo merujuk pada strategi Presiden Donald Trump yang tetap optimis meski pasar sahamnya terkoreksi, karena meyakini kebijakan yang diambilnya adalah untuk penguatan ekonomi jangka panjang. Hal ini menjadi cerminan bahwa pemimpin negara harus memiliki visi yang melampaui pergerakan harga saham harian.
Sikap "tidak terlalu takut" yang ditunjukkan Prabowo bukan berarti pemerintah abai, melainkan bentuk kepercayaan diri terhadap fondasi yang telah dibangun. Beliau ingin menanamkan mentalitas bahwa bangsa Indonesia, termasuk para elit dan pelaku pasarnya, tidak boleh mudah digoyahkan oleh sentimen sesaat. Ketakutan yang tidak berdasar hanya akan memperburuk situasi dan menghambat pengambilan keputusan strategis yang diperlukan untuk pemulihan ekonomi.
Beda Mentalitas: Trader Saham vs Investor Riil
Salah satu segmen paling menarik dari penjelasan Prabowo adalah pembedahan mendalam mengenai perbedaan filosofis antara pelaku pasar saham dan investor langsung (direct investment). Presiden merasa perlu meluruskan bahwa kedua jenis investasi ini memiliki orientasi waktu, tujuan, dan dampak riil yang sangat berbeda terhadap perekonomian nasional. Pemahaman ini penting agar publik tidak menyamaratakan penurunan indeks saham dengan hancurnya sektor industri nyata.
Prabowo menguraikan bahwa pelaku pasar saham umumnya memiliki orientasi keuntungan jangka pendek. "Orang yang masuk pasar saham dia itu cari untung secepat-cepatnya," tegasnya. Pola pikir ini sangat rentan terhadap isu, rumor, dan sentimen global, sehingga menyebabkan volatilitas tinggi. Uang yang masuk ke pasar saham seringkali disebut sebagai hot money yang bisa keluar kapan saja ketika investor merasa tidak nyaman atau menemukan peluang cuan yang lebih cepat di tempat lain. Hal inilah yang membuat IHSG bisa anjlok dalam waktu singkat.
Sebaliknya, Prabowo memberikan apresiasi tinggi terhadap investasi langsung atau Direct Investment. Jenis investasi ini melibatkan komitmen jangka panjang yang jauh lebih stabil dan berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja serta nilai tambah sumber daya alam. Investor langsung tidak sekadar menaruh uang di atas kertas, tetapi mereka membangun pabrik, menyusun rantai pasok, mengelola bahan baku seperti nikel, bauksit, atau batu bara, serta merancang strategi pemasaran untuk 5, 10, hingga 30 tahun ke depan. Mereka memiliki rencana konkret: "Ini bahan baku, ini pabrik, ini distribusi, marketing," jelas Prabowo.
Distingsi atau pembedaan ini krusial bagi pemerintah. Fokus utama pembangunan ekonomi di bawah kepemimpinan Prabowo adalah memperkuat sektor riil yang memberikan multiplier effect kepada rakyat banyak. Meskipun pasar modal penting sebagai sarana pendanaan, namun indikator keberhasilan ekonomi tidak bisa hanya dilihat dari sana. Pabrik yang terus beroperasi, hilirisasi yang berjalan, dan distribusi barang yang lancar adalah indikator yang jauh lebih solid dibandingkan grafik saham yang bergerak liar dalam hitungan detik.
Fundamental Ekonomi dan Sindiran "Rendah Diri"
Keyakinan Prabowo bahwa saham IHSG anjlok tidak perlu disikapi dengan panik berlandaskan pada data makroekonomi yang menurutnya sangat kuat. Dalam wawancara tersebut, Presiden membedah beberapa indikator vital seperti inflasi dan rasio utang yang sering dijadikan senjata oleh para pengkritik untuk menyerang pemerintah. Prabowo justru membalikkan narasi tersebut dengan menyajikan data perbandingan global yang menempatkan Indonesia pada posisi yang relatif aman dan bahkan superior dibandingkan banyak negara lain.
Mengenai inflasi, Prabowo dengan bangga menyebut bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat inflasi terendah di dunia saat ini. Beliau membandingkan kondisi Indonesia dengan Turki dan Argentina, dua negara yang sedang berjuang mati-matian melawan hiperinflasi. "Inflasi Turki 44%. Dia udah hebat ini. Dia turun dari 85%. Argentina 117% dia udah turun. Gak tahu 300% dia," paparnya. Kemampuan Indonesia mengendalikan harga barang dan menjaga daya beli masyarakat adalah bukti bahwa mesin ekonomi bekerja dengan baik, terlepas dari apa yang terjadi di lantai bursa.
Terkait utang, Prabowo juga menepis kekhawatiran bahwa Indonesia sedang berada di ambang kebangkrutan. Ia menegaskan bahwa rasio utang Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain masih tergolong sangat kecil. Hanya ada segelintir negara (sekitar 4-5 negara) yang memiliki rasio utang lebih kecil dibanding Indonesia. Pernyataan ini ditujukan untuk membungkam kritik yang seringkali tidak berbasis data pembanding yang valid dan hanya bertujuan menakut-nakuti masyarakat.
Lebih jauh, Presiden Prabowo menyentil mentalitas "inferiority complex" atau rasa rendah diri yang masih menjangkiti sebagian elit bangsa. Beliau merasa seolah-olah bangsa ini telah diprogram untuk merasa lemah, kalah, dan terjajah. "Kita jangan punya rasa rendah diri," tegasnya. Prabowo mengajak seluruh elemen bangsa untuk menyadari kekuatan yang dimiliki Indonesia. Dengan sumber daya alam melimpah, pasar domestik yang besar, dan fundamental ekonomi yang terjaga, Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat di mata dunia, sehingga tidak pantas untuk merasa panik berlebihan hanya karena guncangan pasar modal.
Mengapa Prabowo Tak Khawatir IHSG Anjlok?
Pertanyaan besar yang muncul di benak publik adalah: Mengapa seorang Presiden bisa begitu tenang ketika pasar saham negaranya sedang "kebakaran"? Apakah ini bentuk penyangkalan atau justru strategi psikologis? Berikut adalah rangkuman alasan logis di balik ketenangan Prabowo menghadapi situasi saham IHSG anjlok:
Pertama, Orientasi Jangka Panjang vs Jangka Pendek. Seperti yang telah dijelaskan, Prabowo memahami bahwa pasar saham didorong oleh psikologi jangka pendek dan spekulasi. Pemerintahannya lebih fokus pada Direct Investment (Investasi Langsung) yang membangun infrastruktur industri nyata (pabrik, hilirisasi) yang tidak mudah goyah oleh sentimen harian. Selama pabrik masih ngebul dan investasi asing terus masuk ke sektor riil, ekonomi dianggap aman.
Kedua, Data Makroekonomi yang Solid. Ketenangan Prabowo didukung oleh data. Inflasi Indonesia yang terkendali (sangat rendah dibanding negara peer seperti Turki atau Argentina) dan rasio utang terhadap PDB yang masih dalam batas aman memberikan bantalan fiskal yang kuat. Fundamental ini menjadi jaring pengaman yang memastikan bahwa gejolak pasar keuangan tidak langsung meruntuhkan ekonomi sektor riil dan daya beli masyarakat.
Ketiga, Keyakinan pada Koreksi Kebijakan. Prabowo menyadari bahwa ada kesalahan sistemik di masa lalu (blunder 30 tahun), namun beliau yakin bahwa pemerintahan saat ini sedang melakukan perbaikan struktural. Kritik terhadap teknokrat dan ajakan untuk introspeksi menunjukkan bahwa beliau sedang memimpin upaya "bersih-bersih" kebijakan yang hasilnya akan terlihat dalam jangka panjang, bukan dalam grafik harian IHSG.
Keempat, Perspektif Global. Dengan melihat bahwa negara adidaya seperti Amerika Serikat juga mengalami gejolak serupa, Prabowo menempatkan masalah ini dalam konteks global. Ini bukan semata-mata kesalahan domestik, melainkan dinamika dunia yang sedang tidak baik-baik saja. Dengan demikian, solusinya adalah memperkuat ketahanan dalam negeri, bukan panik mengikuti arus global.
Kesimpulan: Refleksi dan Tanggung Jawab Kaum Intelektual
Di penghujung wawancaranya, Presiden Prabowo tidak hanya berbicara tentang angka dan ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek moral dan tanggung jawab kebangsaan. Beliau mengajak seluruh pihak untuk melakukan introspeksi diri atau self-correction. Prabowo secara jujur mengakui bahwa sebagai bangsa, Indonesia telah melakukan banyak kesalahan atau "blunder" selama 30 tahun terakhir dalam pengelolaan negara. Pengakuan ini adalah langkah awal yang penting untuk perbaikan, daripada sekadar mencari kambing hitam atau menyalahkan satu sosok presiden saja.
Prabowo menolak budaya politik yang menimpakan seluruh kesalahan sistemik kepada satu orang pemimpin. "Masa satu presiden bertanggung jawab antara semua? Ini banyak blunder dan ini juga salah," ujarnya. Pernyataan ini merupakan ajakan untuk melihat masalah secara holistik dan struktural. Perbaikan ekonomi pasca saham IHSG anjlok tidak bisa diselesaikan hanya dengan kebijakan instan presiden, tetapi membutuhkan perbaikan sistem yang telah salah urus selama puluhan tahun.
Kritik paling tajam justru dialamatkan Prabowo kepada kaum intelektual, teknokrat, profesor, dan guru besar. Beliau mempertanyakan di mana suara mereka ketika penyimpangan kebijakan terjadi di masa lalu. "Kenapa kau tidak koreksi, kenapa kau tidak ingatkan pada saat dilakukan penyimpangan-penyimpangan," serunya. Prabowo menuntut agar kaum cerdik pandai di Indonesia lebih berani bersuara dan memberikan koreksi konstruktif demi kebaikan bangsa, bukan hanya diam mencari aman atau justru menjadi bagian dari masalah.
Pada akhirnya, pesan Prabowo di tengah badai pasar modal ini adalah pesan tentang ketahanan mental dan kemandirian. Saham IHSG anjlok hanyalah riak kecil dalam perjalanan panjang bangsa besar. Dengan fundamental yang kuat, inflasi yang rendah, dan keberanian untuk mengakui serta memperbaiki kesalahan masa lalu, Indonesia diyakini mampu melewati turbulensi ekonomi global. Presiden mengajak rakyatnya untuk berhenti merasa rendah diri dan mulai percaya pada kekuatan sendiri untuk bangkit menjadi negara maju.

Komentar