Pasar mata uang kripto kembali mengalami pergolakan yang signifikan pada hari Kamis, di mana Bitcoin (BTC) tercatat jatuh kembali di bawah level psikologis penting $90.000. Penurunan ini terjadi justru di tengah momen yang sebelumnya digadang-gadang sebagai katalis bullish bagi aset berisiko, yaitu keputusan Federal Reserve AS (The Fed) untuk memangkas suku bunga acuan sebesar seperempat poin persentase. Fenomena ini membingungkan banyak investor ritel yang mengharapkan lonjakan harga instan pasca-pengumuman kebijakan moneter tersebut, mengingat pemangkasan suku bunga secara historis sering dikaitkan dengan peningkatan aliran dana ke aset spekulatif.
Namun, realitas pasar berbicara lain ketika grafik harga justru menunjukkan candlestick merah yang memanjang ke bawah segera setelah berita tersebut dirilis. Analis pasar dari Bull Theory dan berbagai lembaga keuangan lainnya mulai membedah situasi ini dan menemukan bahwa penurunan tersebut bukanlah sebuah anomali tanpa sebab, melainkan akumulasi dari berbagai faktor makroekonomi dan sentimen sektoral yang terjadi secara bersamaan. Dari aksi ambil untung oleh investor besar hingga kekecewaan terhadap sektor teknologi, dinamika yang terjadi saat ini memberikan pelajaran berharga tentang betapa kompleksnya korelasi antara kebijakan bank sentral dan harga aset digital.
Dinamika Pasar Pasca Keputusan FOMC
Penurunan harga Bitcoin yang terjadi pasca pengumuman FOMC (Federal Open Market Committee) sebenarnya dapat dijelaskan melalui pepatah lama di dunia investasi: "Buy the Rumor, Sell the News". Para analis senior menyoroti bahwa keputusan pemangkasan suku bunga oleh The Fed bukanlah sebuah kejutan bagi pasar, melainkan sebuah kepastian yang sudah diperhitungkan jauh-jauh hari. Data pasar menunjukkan bahwa probabilitas pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin sudah mencapai angka 95% beberapa minggu sebelum pertemuan digelar, yang berarti harga Bitcoin yang sempat naik sebelum hari Kamis sebenarnya sudah mencerminkan optimisme tersebut.
Ketika pengumuman resmi dirilis, tidak ada elemen kejutan positif yang mampu mendorong harga lebih tinggi lagi, sehingga memicu aksi jual dari para pelaku pasar yang ingin merealisasikan keuntungan mereka. Antisipasi pasar yang begitu tinggi sebelum pengumuman menyebabkan posisi long (beli) menumpuk secara masif, dan ketika likuiditas baru dari pembeli ritel tidak cukup kuat untuk menopang harga di level tinggi, struktur pasar menjadi tidak seimbang. Hal ini diperburuk dengan fakta bahwa pasar kripto sangat sensitif terhadap arus likuiditas global, dan ketika ekspektasi berlebihan tidak terpenuhi oleh realitas kebijakan yang "biasa saja", koreksi harga menjadi tak terelakkan.
Aksi Jual Paus dan Posisi Likuiditas
Salah satu faktor teknis terbesar yang memicu penurunan tajam di bawah $90.000 adalah perilaku para "paus" atau investor berskala besar yang mendominasi volume perdagangan. Menjelang pengumuman The Fed, data on-chain menunjukkan bahwa banyak entitas besar telah memposisikan diri secara strategis, membeli Bitcoin dengan harapan adanya dukungan likuiditas instan dari bank sentral. Mereka berspekulasi bahwa narasi pelonggaran moneter akan memicu fomo (takut ketinggalan) di kalangan investor ritel, yang akan memberikan likuiditas keluar (exit liquidity) bagi posisi mereka yang sudah untung.
Namun, skenario tersebut berubah ketika rencana pembelian obligasi pemerintah senilai $40 miliar per bulan dikonfirmasi bersamaan dengan pemotongan suku bunga. Alih-alih menahan aset mereka untuk jangka panjang, para paus ini memilih untuk mengamankan profit jangka pendek, memicu gelombang tekanan jual yang tidak dapat diserap oleh order book di sisi beli. Aksi ambil untung ini menciptakan efek domino, di mana penurunan harga awal memicu likuidasi posisi leverage dari para trader yang menggunakan utang untuk bertaruh pada kenaikan harga, sehingga mempercepat laju penurunan Bitcoin ke level yang lebih rendah.
Dampak Psikologis Konferensi Pers Jerome Powell
Faktor fundamental lain yang menambah beban pada pasar adalah nada bicara Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam konferensi pers pasca-pengumuman. Meskipun suku bunga dipangkas, Powell tidak memberikan sinyal dovish (lunak) yang agresif seperti yang diharapkan oleh para spekulan pasar. Sebaliknya, ia justru menyoroti kelemahan yang terus berlanjut di pasar tenaga kerja AS dan menegaskan bahwa kekhawatiran inflasi masih belum sepenuhnya hilang, sebuah pernyataan yang menyuntikkan kembali rasa ketidakpastian ke dalam benak investor.
Kecemasan pasar semakin meningkat ketika menelaah proyeksi dot plot terbaru dari The Fed. Proyeksi ini menunjukkan pandangan para pembuat kebijakan tentang arah suku bunga di masa depan, dan data terbaru mengindikasikan kemungkinan hanya satu kali penurunan suku bunga tambahan pada tahun 2026. Sinyal ini dianggap kurang agresif dibandingkan ekspektasi pasar yang mengharapkan siklus pemangkasan yang cepat dan dalam. Akibatnya, narasi bahwa "uang murah" akan segera membanjiri pasar kembali dipertanyakan, membuat aset berisiko seperti Bitcoin kehilangan daya tarik jangka pendeknya di mata investor institusi yang lebih konservatif.
Korelasi Sektor Teknologi dan Sentimen Oracle
Selain faktor kebijakan moneter, pasar kripto juga terkena dampak rambatan (spillover effect) dari kinerja buruk di pasar saham tradisional, khususnya sektor teknologi. Laporan pendapatan kuartal kedua dari raksasa teknologi Oracle yang dirilis setelah penutupan pasar menjadi katalis negatif yang tak terduga. Oracle melaporkan pendapatan yang disesuaikan gagal mencapai perkiraan analis, sebuah sinyal merah bagi investor yang selama ini menggantungkan harapan pada pertumbuhan sektor teknologi yang dipimpin oleh kecerdasan buatan (AI).
Kekecewaan ini diperparah oleh proyeksi belanja modal Oracle yang jauh lebih tinggi dari perkiraan, yang menyebabkan saham perusahaan tersebut anjlok lebih dari 11% dalam perdagangan after-hours. Penurunan tajam pada saham berkapitalisasi besar seperti Oracle segera menyeret turun kontrak berjangka (futures) indeks saham AS lainnya. Pasar mulai khawatir bahwa ledakan tren AI mungkin telah mencapai puncaknya dan kini mulai menghadapi tantangan profitabilitas yang nyata, menciptakan sentimen risk-off (hindari risiko) yang meluas di seluruh pasar keuangan global.
Koneksi AI dan Aset Kripto
Mengapa jatuhnya saham Oracle berdampak pada Bitcoin? Dalam beberapa tahun terakhir, korelasi antara indeks Nasdaq (yang didominasi saham teknologi) dan Bitcoin semakin erat. Kedua kelas aset ini sering kali diperdagangkan beriringan karena sama-sama dianggap sebagai aset pertumbuhan (growth assets) yang sensitif terhadap suku bunga dan sentimen teknologi masa depan. Ketika keraguan muncul mengenai keberlanjutan booming AI akibat laporan Oracle, ketakutan tersebut dengan cepat menyebar ke ruang mata uang kripto, yang sering kali dilihat sebagai proksi untuk spekulasi teknologi tingkat tinggi.
Investor mulai menarik modal mereka dari aset-aset yang dianggap berisiko tinggi sebagai respons terhadap ketidakpastian ini. Ketakutan yang meluas bahwa sektor teknologi sedang menuju koreksi membuat para pedagang kripto bersikap defensif. Kombinasi antara aksi jual pasca-Fed dan sentimen negatif dari sektor teknologi korporasi menciptakan badai sempurna bagi Bitcoin. Ketiga faktor ini—pemotongan suku bunga yang sudah priced-in, pernyataan Powell yang hati-hati, dan jatuhnya saham teknologi—bergabung untuk menekan harga Bitcoin menjauh dari level tertingginya.
Apakah Tren Bullish Bitcoin Sudah Berakhir?
Jawaban singkatnya adalah kemungkinan besar tidak, karena penurunan saat ini lebih mencerminkan reaksi berlebihan pasar jangka pendek daripada kerusakan pada fundamental jangka panjang. Analis dari Bull Theory dengan tegas menyatakan bahwa koreksi harga baru-baru ini bukanlah indikasi pergeseran fundamental menuju kondisi bearish (tren turun) yang berkepanjangan. Sebaliknya, ini adalah mekanisme pasar yang sehat untuk membuang ekspektasi spekulatif yang terlalu tinggi atau "buih" yang terbentuk menjelang pengumuman The Fed.
Pasar sering kali bergerak dalam gelombang emosi, dan apa yang kita saksikan saat ini adalah pendulum yang berayun dari optimisme ekstrem ke pesimisme sesaat. The Fed faktanya telah melakukan pemotongan suku bunga sebanyak tiga kali dalam tiga pertemuan terakhir, sebuah tren yang jelas menunjukkan arah kebijakan pelonggaran, meskipun kecepatannya tidak secepat yang diinginkan pasar. Selain itu, rencana pembelian surat utang pemerintah senilai $40 miliar selama bulan depan secara teknis adalah bentuk suntikan likuiditas yang akan masuk ke sistem keuangan, yang pada akhirnya akan merembes ke aset berisiko seperti Bitcoin seiring berjalannya waktu.
Prospek Likuiditas dan Masa Depan 2026
Melihat ke depan, cakrawala investasi untuk Bitcoin dan aset kripto secara luas tampak jauh lebih cerah, terutama ketika membandingkan proyeksi tahun 2026 dengan tahun sebelumnya. Analis percaya bahwa kondisi likuiditas global akan menjadi jauh lebih menguntungkan pada tahun depan. Meskipun Powell mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga bukanlah skenario yang akan terjadi dalam waktu dekat, ia juga menekankan bahwa perkiraan pertumbuhan ekonomi yang solid untuk tahun depan tetap utuh, memberikan dasar yang kuat bagi aset investasi.
Fleksibilitas kebijakan The Fed menjadi kunci optimisme ini. Meskipun data peningkatan lapangan kerja mungkin telah dilebih-lebihkan—yang menyiratkan pasar tenaga kerja yang sebenarnya lebih lemah dari laporan—hal ini justru bisa menjadi "berita baik" bagi pasar aset. Kelemahan di pasar tenaga kerja akan memberikan The Fed ruang dan alasan yang lebih besar untuk melonggarkan kondisi moneter secara lebih agresif di masa depan jika ekonomi mulai melambat. Dengan kata lain, "berita buruk" ekonomi makro bisa kembali menjadi "berita baik" untuk likuiditas pasar.
Pergerakan pasar saat ini menunjukkan bahwa pelepasan aset sebagian besar didorong oleh penyesuaian ekspektasi, bukan karena memburuknya fundamental teknologi blockchain atau adopsi Bitcoin itu sendiri. Dengan Bitcoin yang pulih di atas $91.100 pada saat penulisan dan volatilitas yang meningkat, pasar sedang mencari keseimbangan baru. Posisi harga saat ini, yang berada 26% di bawah harga tertinggi sepanjang masa (ATH) sebesar $126.000 yang dicapai pada Oktober tahun ini, dapat dilihat sebagai peluang akumulasi bagi investor yang memiliki pandangan jangka panjang menuju siklus likuiditas positif tahun 2026.

Komentar