Dunia mata uang kripto kembali dikejutkan dengan pembaruan analisis dari salah satu institusi keuangan raksasa dunia. Standard Chartered, bank multinasional yang selama ini dikenal memiliki pandangan bullish atau sangat optimistis terhadap aset digital, baru saja mengumumkan revisi signifikan terhadap target harga Bitcoin (BTC). Langkah ini diambil setelah melihat dinamika pasar yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, di mana pergerakan harga tidak secepat dan seagresif yang diperkirakan sebelumnya. Dalam laporan terbarunya, Standard Chartered memangkas target harga Bitcoin untuk akhir tahun 2025 dari sebelumnya US$200.000 menjadi US$100.000. Selain itu, target jangka panjang ambisius sebesar US$500.000 yang semula dijadwalkan tercapai pada 2028, kini dimundurkan ke tahun 2030.
Keputusan ini tentu bukan tanpa alasan yang kuat. Mengutip laporan dari The Block pada Selasa (9/12/2025), Geoffrey Kendrick, yang menjabat sebagai Global Head of Digital Assets Research di Standard Chartered, menjelaskan secara rinci mengapa bank tersebut perlu melakukan "kalibrasi ulang" terhadap model harga yang mereka gunakan. Kendrick menyoroti bahwa performa harga Bitcoin baru-baru ini menunjukkan anomali dari proyeksi awal mereka. Penurunan harga yang cukup tajam dari rekor tertinggi (All Time High) di level US$126.000 pada bulan Oktober menjadi sekitar US$80.500 pada akhir November menjadi sinyal utama perlunya penyesuaian ekspektasi. Meskipun penurunan ini dianggap sebagai koreksi yang wajar dalam sebuah siklus pasar, kedalamannya cukup untuk merubah peta jalan jangka pendek.
Kendrick menekankan bahwa koreksi harga tersebut sebenarnya masih konsisten dengan pola perilaku pasar yang terbentuk sejak Exchange-Traded Fund (ETF) spot Bitcoin mulai diperdagangkan di Amerika Serikat. Kehadiran ETF memang membawa likuiditas, namun juga mengubah struktur pasar menjadi lebih terikat pada arus dana institusional. Revisi target ini menjadi penyesuaian besar pertama dari rangkaian proyeksi Standard Chartered yang sebelumnya sangat agresif. Pada bulan Juli lalu, bank ini masih sangat yakin mempertahankan target US$200.000 untuk tahun 2025, yang didorong oleh keyakinan akan arus masuk ETF yang masif, permintaan korporasi yang tak terbendung, serta dukungan kebijakan pemerintah yang lebih pro-kripto. Namun, realita pasar di kuartal terakhir 2025 memaksa para analis untuk bersikap lebih konservatif.
Meskipun proyeksi jangka pendek dan menengah mengalami pemangkasan drastis, Geoffrey Kendrick menegaskan bahwa narasi jangka panjang untuk Bitcoin tetap utuh dan positif. Standard Chartered tidak mengubah pandangan fundamental mereka bahwa Bitcoin adalah aset yang akan terus tumbuh nilainya seiring waktu. Bank tersebut tetap berpegang pada keyakinan bahwa Bitcoin dapat mencapai valuasi US$500.000, hanya saja kerangka waktunya menjadi lebih panjang, yakni pada tahun 2030. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada hambatan tactical dalam jangka pendek, tesis investasi struktural terhadap Bitcoin sebagai aset kelas dunia belum terpatahkan. Bagi para investor jangka panjang, revisi ini mungkin bisa dilihat sebagai penyesuaian ekspektasi waktu (timeline) daripada pembatalan potensi aset itu sendiri.
Peta Jalan Baru: Tahapan Menuju US$500.000
Dalam laporan terbarunya, Standard Chartered merilis rincian skenario harga tahunan yang telah diperbarui. Peta jalan ini memberikan gambaran yang lebih realistis dan bertahap dibandingkan prediksi "super cycle" sebelumnya yang mengharapkan lonjakan vertikal. Dalam skenario revisi ini, Bitcoin diproyeksikan akan menutup tahun 2025 di kisaran harga US$100.000. Angka ini, meskipun masih tinggi dibandingkan harga beberapa tahun lalu, merupakan penurunan 50% dari target awal mereka. Setelah tahun 2025, bank memperkirakan pertumbuhan yang lebih stabil dan bertahap.
Berikut adalah rincian proyeksi harga tahunan menurut model terbaru Standard Chartered:
Akhir 2025: Target harga di US$100.000.
Tahun 2026: Harga diproyeksikan naik ke US$150.000.
Tahun 2027: Bitcoin diperkirakan mencapai level US$225.000.
Tahun 2028: Target harga menyentuh US$300.000.
Tahun 2029: Valuasi terus mendaki ke US$400.000.
Tahun 2030: Mencapai target akhir jangka panjang di US$500.000.
Perubahan ini sangat kontras dengan perkiraan lama mereka. Sebelumnya, Standard Chartered menargetkan US$200.000 pada tahun 2025 dan langsung melesat ke US$500.000 pada tahun 2028. Penundaan pencapaian target US$500.000 selama dua tahun (dari 2028 ke 2030) mengindikasikan bahwa para analis kini melihat adanya perlambatan dalam adopsi massal atau setidaknya perlambatan dalam akumulasi agresif yang sebelumnya diharapkan terjadi pasca-halving. Pola kenaikan bertahap ini mencerminkan pasar yang semakin matang, di mana volatilitas ekstrem mungkin berkurang, namun pertumbuhan eksponensial dalam waktu singkat juga menjadi semakin sulit dicapai.
Revisi ini juga memberikan wawasan bagi para trader dan investor ritel mengenai bagaimana institusi besar memandang siklus pasar saat ini. Jika sebelumnya narasi yang dibangun adalah tentang kelangkaan pasokan akibat halving yang akan memicu "supply shock" instan, kini narasi tersebut bergeser ke arah pertumbuhan organik yang didorong oleh adopsi bertahap. Kenaikan harga sebesar US$50.000 hingga US$75.000 per tahun seperti yang diproyeksikan dalam model baru ini menyiratkan bahwa Bitcoin akan berperilaku lebih mirip dengan aset keuangan tradisional yang memiliki pertumbuhan stabil, alih-alih aset spekulatif yang meledak-ledak.
Melemahnya Permintaan Korporasi dan Kejenuhan Pasar
Salah satu faktor fundamental utama yang mendorong Standard Chartered memangkas target harganya adalah melemahnya permintaan dari sektor korporasi. Geoffrey Kendrick secara spesifik menyoroti bahwa pembelian dari perusahaan yang mengadopsi strategi "digital asset treasury" (DAT) tampaknya sudah mencapai titik jenuh. Kelompok DAT ini mencakup perusahaan publik yang menjadikan Bitcoin sebagai aset cadangan utama kas mereka, dengan contoh paling menonjol adalah MicroStrategy yang dipimpin oleh Michael Saylor, serta berbagai perusahaan penambang Bitcoin (miners) yang menahan hasil tambang mereka.
Analisis bank menunjukkan bahwa valuasi berdasarkan market cap to bitcoin value multiples (mNAV) tidak lagi mendukung ekspansi neraca yang agresif bagi perusahaan-perusahaan ini. Sederhananya, mNAV adalah rasio yang membandingkan nilai pasar saham perusahaan dengan nilai aset Bitcoin yang mereka pegang. Ketika rasionya tinggi (premium), perusahaan bisa menerbitkan saham baru dengan harga mahal untuk membeli lebih banyak Bitcoin, yang pada gilirannya menguntungkan pemegang saham. Namun, Kendrick mencatat bahwa aggregate mNAV telah melemah secara signifikan. Bahkan, mNAV MicroStrategy dilaporkan sempat turun di bawah angka 1,0 untuk pertama kalinya sejak tahun 2023.
Penurunan rasio mNAV di bawah 1,0 adalah sinyal bahaya bagi strategi akumulasi agresif. Ini berarti pasar saham menghargai perusahaan tersebut lebih rendah daripada nilai Bitcoin yang mereka miliki. Dalam kondisi seperti ini, menerbitkan utang atau saham baru untuk membeli Bitcoin menjadi tidak ekonomis dan justru bisa merugikan nilai pemegang saham. Akibatnya, mesin pembelian masif dari sektor korporasi yang selama ini menjadi salah satu pendorong utama kenaikan harga, kini mulai mengerem aktivitasnya. Tanpa adanya pembeli institusional besar yang bersedia menyerap pasokan di pasar secara terus-menerus, tekanan beli berkurang drastis, membuat harga sulit untuk menembus level resistensi yang lebih tinggi.
Meskipun demikian, Standard Chartered tidak memperkirakan akan terjadinya aksi jual besar-besaran (panic selling) dari korporasi-korporasi ini. Dengan harga beli rata-rata (average cost basis) MicroStrategy yang berada di sekitar US$74.000, portofolio mereka masih berada di zona keuntungan yang nyaman. Sejarah juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan DAT, terutama MicroStrategy, memiliki mentalitas "Diamond Hands"—mereka enggan melepas kepemilikan Bitcoin mereka bahkan ketika harga pasar turun jauh di bawah harga beli. Oleh karena itu, meskipun mereka mungkin berhenti membeli secara agresif, mereka tidak diprediksi akan menjadi penjual yang menekan harga pasar lebih dalam.
Ketergantungan Pasar pada Aliran Dana ETF
Dengan berkurangnya peran "Digital Asset Treasury" sebagai motor penggerak harga, perhatian pasar kini beralih sepenuhnya pada Exchange-Traded Funds (ETF). Menurut Kendrick, aliran dana ETF kini menjadi satu-satunya pendorong struktural utama bagi harga Bitcoin. Ketergantungan tunggal ini menciptakan dinamika pasar yang lebih rentan; jika arus dana ETF positif, harga naik, namun jika arus dana melambat atau berbalik menjadi outflow, harga akan segera terkoreksi. Standard Chartered memperkirakan arus masuk bersih sekitar 200.000 BTC per kuartal diperlukan untuk menjaga momentum positif.
Angka 200.000 BTC per kuartal bukanlah angka sembarangan. Historis data menunjukkan bahwa pencapaian harga tertinggi baru (All Time High) sering kali bertepatan dengan periode di mana akumulasi Bitcoin oleh institusi mencapai level tersebut. Namun, data terbaru menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Rekor harga pada awal Oktober 2025 terjadi ketika akumulasi bergulir turun ke 160.000 BTC, dan yang lebih mengejutkan, angka tersebut kini merosot tajam menjadi hanya sekitar 50.000 BTC. Ini adalah titik terendah akumulasi sejak ETF spot pertama kali diluncurkan di Amerika Serikat.
Penurunan drastis dalam akumulasi ETF ini mencerminkan apa yang disebut Kendrick sebagai "badai kecil sebelum stabil." Para investor ETF, yang sebagian besar adalah manajer aset dan investor ritel tradisional, cenderung lebih sensitif terhadap sentimen makroekonomi dibandingkan dengan "Bitcoin Maximalist" atau perusahaan DAT. Ketika kondisi ekonomi global tidak menentu atau ketika harga Bitcoin stagnan, aliran dana ke ETF cenderung mengering. Kondisi ini menegaskan bahwa harga Bitcoin dalam jangka pendek sangat bergantung pada konsistensi aliran dana dari Wall Street.
Analisis Standard Chartered mengidentifikasi adanya tiga gelombang pembelian besar yang merupakan gabungan dari aktivitas ETF dan korporasi. Gelombang-gelombang ini masing-masing melibatkan akumulasi sekitar 250.000 BTC, 450.000 BTC, dan 250.000 BTC dalam rentang waktu tiga bulan. Gelombang pembelian masif ini berkorelasi langsung dengan lonjakan harga yang terjadi pada Maret 2024, awal tahun 2025, dan Juli 2025. Fakta bahwa gelombang pembelian sebesar ini belum terlihat lagi dalam beberapa bulan terakhir menjadi indikator kuat mengapa target US$200.000 menjadi tidak realistis untuk dicapai di sisa waktu tahun 2025 ini.
Siklus Halving Tidak Lagi Menjadi Raja
Salah satu poin paling menarik dan kontroversial dari analisis Geoffrey Kendrick adalah pandangannya mengenai siklus halving. Selama bertahun-tahun, komunitas kripto meyakini bahwa siklus empat tahunan halving—di mana hadiah blok bagi penambang dipangkas setengahnya—adalah katalis utama kenaikan harga Bitcoin. Namun, Kendrick menepis anggapan bahwa koreksi harga terbaru merupakan awal dari "crypto winter" baru. Lebih jauh lagi, ia menyatakan bahwa konsep siklus halving itu sendiri mungkin tak lagi relevan atau dominan dalam menentukan arah harga Bitcoin di era modern ini.
Menurut Kendrick, sejak hadirnya pembeli institusi jangka panjang melalui instrumen ETF, dinamika penawaran dan permintaan telah berubah fundamental. Supply shock dari pemangkasan hadiah penambang kini memiliki dampak yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan volume perdagangan dan akumulasi yang dilakukan oleh institusi keuangan raksasa. Pasokan Bitcoin yang beredar di pasar kini lebih banyak dikendalikan oleh entitas keuangan daripada oleh penambang. Oleh karena itu, siklus harga Bitcoin tidak lagi bisa diprediksi hanya dengan melihat kalender halving, melainkan harus melihat pada kalender ekonomi makro dan selera risiko investor global.
Institusi keuangan memandang Bitcoin dengan kacamata yang berbeda. Mereka menilai Bitcoin kini lebih sebagai aset lindung nilai (hedging asset) yang canggih. Aset ini dianggap dapat merespons tekanan di sektor perbankan tradisional dan risiko yang terkait dengan pasar obligasi Amerika Serikat (US Treasury Bonds). Ketidakpastian seputar kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) juga menjadi faktor penentu yang lebih besar daripada sekadar pengurangan pasokan koin baru. Ini menandai pergeseran narasi Bitcoin dari "uang digital peer-to-peer" menjadi "aset makro global."
Pergeseran paradigma ini menjelaskan mengapa harga Bitcoin bisa terkoreksi tajam meskipun secara teknis pasokannya semakin langka pasca-halving. Jika kondisi likuiditas global mengetat atau jika imbal hasil obligasi AS meningkat, investor institusi cenderung mengurangi eksposur pada aset berisiko seperti Bitcoin, terlepas dari siklus halving yang sedang berlangsung. Ini adalah realitas baru yang harus diterima oleh para pelaku pasar kripto: Bitcoin kini telah terintegrasi penuh ke dalam sistem keuangan global, dengan segala konsekuensi positif dan negatifnya.
Optimisme Jangka Panjang: Emas vs. Bitcoin
Meskipun memangkas target jangka pendek dan menengah, outlook jangka panjang Standard Chartered tetap konstruktif dan penuh harapan. Dasar dari optimisme ini terletak pada model optimasi portofolio yang mereka kembangkan. Bank tersebut membandingkan peran Bitcoin dengan emas dalam portofolio investasi global. Hasil analisis mereka menunjukkan bahwa alokasi global terhadap Bitcoin saat ini masih jauh di bawah porsi optimal atau ideal.
Berdasarkan volatilitas historis dan karakteristik risk-reward, Standard Chartered menghitung bahwa porsi ideal dalam sebuah portofolio investasi modern seharusnya berada di kisaran 12 persen untuk Bitcoin dan 88 persen untuk emas (dalam konteks alokasi aset lindung nilai). Angka 12 persen ini dianggap sebagai titik manis (sweet spot) untuk memaksimalkan keuntungan sekaligus menjaga risiko tetap terukur. Namun, realita pasar saat ini menunjukkan ketimpangan yang besar. Kapitalisasi pasar Bitcoin dan emas saat ini mencerminkan komposisi sekitar 5 persen untuk Bitcoin dan 95 persen untuk emas.
Kesenjangan antara alokasi aktual (5%) dan alokasi optimal (12%) inilah yang menjadi landasan target harga US$500.000 pada tahun 2030. Seiring berjalannya waktu, Standard Chartered memprediksi bahwa manajer investasi, dana pensiun, dan investor kekayaan negara (sovereign wealth funds) akan mulai menyeimbangkan portofolio mereka untuk mendekati rasio optimal tersebut. Proses rebalancing global ini akan memicu arus dana masuk senilai triliunan dolar ke dalam pasar Bitcoin dalam 5 hingga 6 tahun ke depan, yang secara matematis akan mengerek harga menuju setengah juta dolar per koin.
Posisi Pasar Saat Ini dan Kesimpulan
Hingga artikel ini ditulis, pasar Bitcoin masih mencoba mencari pijakan yang stabil setelah volatilitas beberapa bulan terakhir. Bitcoin diperdagangkan di kisaran US$92.500, mencatatkan kenaikan moderat sebesar 2% dalam 24 jam terakhir. Meskipun ada sedikit pemulihan, level harga saat ini masih terpaut cukup jauh, yakni sekitar 26%, dari rekor tertingginya di US$126.000. Jarak yang lebar ini menjadi pengingat bahwa jalan menuju pemulihan penuh dan pencapaian target baru US$100.000 di akhir tahun membutuhkan momentum yang kuat.
Bagi para investor, laporan Standard Chartered ini memberikan panduan yang jelas: harapkan volatilitas dan pertumbuhan yang lebih lambat dalam jangka pendek, namun tetaplah optimis untuk jangka panjang. Era "mudah kaya mendadak" mungkin telah berlalu seiring dengan matangnya pasar, digantikan oleh era akumulasi strategis dan pertumbuhan aset yang lebih terukur. Penurunan target harga ini sebaiknya tidak dilihat sebagai kegagalan Bitcoin, melainkan sebagai proses pendewasaan aset digital ini dalam kancah keuangan global.
Kunci utama yang perlu dipantau dalam beberapa bulan ke depan adalah data arus masuk ETF dan kebijakan makroekonomi Amerika Serikat. Jika The Fed mulai melonggarkan kebijakan moneternya dan arus dana ETF kembali positif, target US$100.000 di akhir 2025 sangat mungkin tercapai, atau bahkan terlampaui. Namun, jika permintaan korporasi terus stagnan dan minat institusi meredup, investor harus bersiap untuk periode konsolidasi yang lebih panjang sebelum bisa melihat Bitcoin kembali mencetak rekor baru.

Komentar