Langit di atas kawasan industri pinggiran Malaysia tidak lagi sepi. Di balik awan, sebuah perburuan teknologi tinggi sedang berlangsung. Drone canggih kini berdengung di atas deretan ruko tua dan perumahan yang tampak kosong, bukan untuk memantau lalu lintas atau cuaca, melainkan untuk mencari jejak panas.
Ini adalah garis depan baru dalam perang melawan kejahatan siber fisik. Pihak berwenang Malaysia sedang dalam misi besar untuk menindak sindikat penambangan Bitcoin ilegal yang telah merugikan negara hingga miliaran dolar.
Di darat, tim penegak hukum yang dilengkapi dengan sensor genggam bergerak dari pintu ke pintu. Mereka mencari anomali—lonjakan penggunaan daya yang tidak wajar di tempat-tempat yang seharusnya sunyi. Namun, musuh yang mereka hadapi bukanlah amatir; mereka adalah sindikat terorganisir yang licin, yang mengubah pencurian listrik menjadi operasi bernilai jutaan dolar.
Selamat datang di permainan "kucing-kucingan" paling mahal di Asia Tenggara, di mana suara burung palsu digunakan untuk menutupi deru mesin, dan listrik senilai $1 miliar telah lenyap tanpa jejak.
Perang Teknologi: Drone vs. Suara Burung Palsu
Operasi penambangan Bitcoin ilegal di Malaysia telah berevolusi menjadi sesuatu yang jauh lebih canggih daripada sekadar beberapa komputer di ruang bawah tanah. Para pelaku kejahatan ini memahami bahwa musuh utama mereka adalah deteksi fisik. Oleh karena itu, mereka menggunakan segala cara untuk menyembunyikan jejak operasional mereka yang masif.
Salah satu taktik paling kreatif namun menipu yang ditemukan oleh pihak berwenang adalah penggunaan kamuflase audio. Warga setempat sering melaporkan mendengar suara-suara burung walet yang aneh dari bangunan-bangunan tertentu. Di Malaysia, peternakan burung walet adalah bisnis yang umum, sehingga suara kicauan burung dari pengeras suara seringkali dianggap wajar.
Namun, ketika petugas mendobrak pintu bangunan tersebut, mereka tidak menemukan burung. Sebaliknya, rekaman suara alam itu diputar dengan volume tinggi semata-mata untuk menutupi dengungan bising dari ratusan kipas pendingin mesin penambang (rig) yang bekerja keras memecahkan algoritma matematika.
Di sisi lain, pihak kepolisian dan perusahaan utilitas negara, Tenaga Nasional Berhad (TNB), tidak tinggal diam. Mereka mengerahkan armada drone termal yang mampu memindai tanda panas dari ketinggian. Mesin penambang Bitcoin menghasilkan panas yang luar biasa; bagi drone termal, sebuah ruko yang dipenuhi rig penambangan akan menyala merah terang di layar monitor, membedakannya dari bangunan sekitarnya yang dingin dan gelap.
Ini adalah pertempuran sensor melawan penyamaran. Ketika polisi mulai menggunakan sensor aliran listrik untuk mendeteksi bypass meteran listrik, para penambang merespons dengan taktik fisik yang lebih agresif. Mereka memasang pelindung panas di dinding untuk mengelabui drone, dan memperkuat pintu masuk dengan baja berlapis.
Benteng Pertahanan Para Penambang Ilegal
Para penambang yang diburu ini beroperasi dengan tingkat kewaspadaan yang paranoid. Mereka tidak hanya sekadar mencuri listrik; mereka membangun benteng. Laporan dari lapangan menunjukkan bahwa para sindikat ini sering kali melompat dari satu etalase toko kosong ke rumah kosong lainnya dengan kecepatan tinggi untuk menghindari deteksi pola konsumsi listrik jangka panjang.
Keamanan fisik di lokasi penambangan ilegal ini sering kali mengejutkan para petugas. Pintu masuk dilengkapi dengan kamera CCTV beresolusi tinggi yang memantau setiap pergerakan di jalanan depan. Jika ada tanda-tanda penggerebekan, mereka memiliki protokol untuk menghancurkan bukti atau melarikan diri melalui rute yang sudah disiapkan.
Bahkan, beberapa lokasi ditemukan memiliki jebakan fisik. Petugas pernah menemukan penghalang yang terbuat dari pecahan kaca tajam dan barikade berat di balik pintu. Tujuannya jelas: memperlambat masuknya pihak berwenang cukup lama bagi para operator untuk mematikan sistem atau melarikan diri melalui pintu belakang.
Mobilitas adalah kunci kelangsungan hidup mereka. Sindikat ini tidak membeli properti; mereka menyewanya atau mendudukinya secara ilegal. Begitu mereka mencium bau kecurigaan atau menyadari bahwa drone pengintai mulai sering melintas, mereka akan mengemas ratusan rig mahal itu dalam hitungan jam dan pindah ke lokasi baru.
Perpindahan yang cepat ini membuat pihak berwenang kesulitan untuk menangkap "otak" di balik operasi tersebut. Seringkali, yang tertinggal hanyalah kabel-kabel yang semrawut, kerusakan pada properti, dan tagihan listrik yang belum dibayar, sementara perangkat keras bernilai jutaan dolar sudah beroperasi kembali di lokasi lain.
Kerugian $1 Miliar: Angka yang Mengguncang Negara
Dampak ekonomi dari aktivitas ini sangatlah mencengangkan. Menurut data dari Kementerian Energi Malaysia, pencurian listrik yang dikaitkan dengan penambangan kripto telah menyebabkan kerugian sekitar $1,1 miliar (sekitar Rp 17 triliun) bagi Tenaga Nasional Berhad (TNB) selama lima tahun terakhir.
Angka ini bukanlah jumlah yang kecil. Sebagai perbandingan, dana sebesar itu bisa digunakan untuk membangun infrastruktur publik yang vital atau mensubsidi energi bagi jutaan rumah tangga berpenghasilan rendah. Pencurian ini pada dasarnya membebankan biaya operasional penambangan Bitcoin pribadi kepada publik Malaysia.
Statistik menunjukkan eskalasi yang menakutkan. Pihak berwenang telah mencatat dan menindak sekitar 14.000 lokasi penambangan ilegal dalam setengah dekade terakhir. Ini bukan lagi kasus pencurian listrik skala rumahan; ini adalah pencurian skala industri yang sistematis.
Lonjakan aktivitas ini berkorelasi langsung dengan harga Bitcoin. Pada awal Oktober lalu, ketika Bitcoin menyentuh rekor tertinggi di angka $126.251 (sebelum mengalami koreksi tajam), insentif untuk menambang menjadi sangat tinggi. Keuntungan yang menggiurkan membuat risiko tertangkap tampak sepadan bagi para sindikat ini.
Hanya dalam periode singkat saat harga Bitcoin memuncak tersebut, pihak berwenang mencatat lonjakan kasus baru. Sekitar 3.000 kasus pencurian listrik terdeteksi, menunjukkan bahwa setiap kali harga aset kripto naik, gelombang baru pencurian energi akan menghantam jaringan listrik negara.
Risiko Nyata: Kebakaran dan Pemadaman Listrik
Kerugian finansial hanyalah satu sisi dari mata uang. Sisi lainnya adalah bahaya fisik yang ditimbulkan oleh manipulasi jaringan listrik. Akmal Nasrullah Mohd Nasir, Wakil Menteri Transisi Energi dan Transformasi Air, menegaskan bahwa risiko membiarkan aktivitas ini berlanjut jauh melampaui sekadar hilangnya pendapatan negara.
"Risiko membiarkan aktivitas semacam itu terjadi bukan lagi soal pencurian," ujar Akmal dalam sebuah pernyataan tegas. "Anda bahkan bisa merusak fasilitas kami. Itu menjadi tantangan bagi sistem kami." Pernyataan ini merujuk pada ketidakstabilan yang disebabkan oleh beban berlebih pada transformator lokal.
Penambangan Bitcoin membutuhkan daya yang konstan dan besar, seringkali melebihi kapasitas kabel dan trafo di area perumahan atau ruko biasa. Ketika para penambang melakukan bypass meteran listrik, mereka menghilangkan sekring pengaman yang seharusnya mencegah kelebihan beban.
Akibatnya, trafo meledak dan kebakaran bangunan menjadi kejadian yang semakin umum. Warga yang tinggal di dekat operasi ilegal ini sering kali menjadi korban pemadaman listrik tiba-tiba atau bahkan kehilangan tempat tinggal akibat kebakaran yang dipicu oleh korsleting dari ruko sebelah.
Infrastruktur energi nasional dirancang untuk beban yang terprediksi. Ketika ribuan mesin penyedot energi beroperasi secara klandestin, hal itu menciptakan "lubang hitam" dalam jaringan distribusi energi, mengancam stabilitas pasokan listrik bagi rumah sakit, sekolah, dan industri legal lainnya.
Membentuk "Satgas Khusus" Pemburu Bitcoin
Menyadari bahwa pendekatan konvensional tidak lagi memadai, pemerintah Malaysia memutuskan untuk meningkatkan respons mereka. Pada tanggal 19 November, sebuah langkah strategis diambil dengan pembentukan komite khusus lintas lembaga.
Komite ini bukanlah satuan tugas biasa. Ia menggabungkan kekuatan dari Kementerian Keuangan, Bank Negara Malaysia (Bank Sentral), dan tenaga teknis dari TNB, serta aparat penegak hukum. Tujuannya adalah untuk menciptakan jaring yang tidak bisa ditembus oleh sindikat penambang.
Satgas ini dipimpin oleh Akmal Nasrullah Mohd Nasir, yang membawa pendekatan tanpa kompromi. Fokus utamanya adalah koordinasi. Sebelumnya, penindakan sering kali terhambat oleh birokrasi antar-lembaga; polisi menangkap pelaku, tetapi bukti pencurian listrik harus diverifikasi oleh TNB, sementara aliran dananya harus dilacak oleh Bank Negara.
Sekarang, semua elemen tersebut bekerja di bawah satu komando strategis. Rencana mereka adalah melakukan tindakan keras yang terkoordinasi, menyasar tidak hanya operator lapangan (kaki tangan), tetapi juga penyandang dana dan otak di balik sindikat tersebut.
"Jelas dijalankan oleh sindikat, karena mereka sangat mobile dari satu tempat ke tempat lain," kata Akmal, menyoroti bahwa ini adalah kejahatan terorganisir, bukan tindakan individu yang iseng. "Memang ada modus operandinya." Pengakuan ini mengubah cara pemerintah menangani kasus ini: dari sekadar pelanggaran utilitas menjadi kejahatan berat.
Mal Hantu dan Lokasi Tak Terduga
Salah satu aspek paling menarik dari fenomena ini adalah lokasi yang dipilih oleh para penambang. Mereka memiliki bakat luar biasa untuk menemukan ruang-ruang yang terlupakan di tengah modernisasi Malaysia.
Salah satu contoh paling mencolok adalah ElementX Mall. Kompleks perbelanjaan kolosal yang menghadap ke Selat Malaka ini adalah sisa dari dampak pandemi Covid-19. Kosong, sunyi, dan sebagian besar masih berupa beton telanjang dengan kabel terekspos, mal ini tampak seperti kota hantu bagi orang awam.
Namun, bagi penambang Bitcoin, ElementX adalah surga. Di awal tahun 2022, ruang-ruang kosong di mal ini menemukan penyewa tak terduga. Ribuan mesin penambang ditempatkan di lantai-lantai beton yang dingin, memanfaatkan keterpencilan lokasi tersebut untuk beroperasi tanpa gangguan.
Operasi di ElementX baru terbongkar luas setelah sebuah video TikTok menjadi viral, memperlihatkan skala operasi tersebut kepada publik. Pada awal tahun 2025, rig-rig tersebut sudah menghilang, meninggalkan jejak aktivitas digital di tempat yang seharusnya menjadi pusat perbelanjaan keluarga.
Di lokasi lain, ratusan mil ke arah timur di Sarawak, sebuah perusahaan bernama Bityou bahkan mendirikan lahan pertambangan di bekas tempat penebangan kayu. Ini menunjukkan betapa fleksibelnya operasi ini; mereka bisa berada di pusat kota yang terbengkalai atau di pedalaman hutan, selama ada akses ke jaringan listrik.
Dilema Regulasi: Legalisasi atau Pelarangan Total?
Di tengah perburuan ini, muncul perdebatan sengit di kalangan pembuat kebijakan: Apakah penambangan Bitcoin harus dilarang sepenuhnya di Malaysia?
Secara teknis, penambangan Bitcoin di Malaysia adalah legal, asalkan operator memperoleh listrik secara sah melalui meteran resmi dan membayar pajak yang berlaku. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa model bisnis yang "sah" seringkali sulit bersaing karena margin keuntungan yang tergerus oleh biaya listrik, kecuali jika harga Bitcoin sedang sangat tinggi.
Dalam rapat pertama komite khusus pada 25 November, opsi pelarangan total (total ban) mulai dibahas secara serius. Para anggota komite berdebat apakah manfaat ekonomi dari industri kripto sebanding dengan kerugian akibat pencurian listrik dan kerusakan lingkungan.
Akmal sendiri tampak skeptis terhadap masa depan penambangan legal. "Sekalipun dijalankan dengan benar, tantangannya adalah pasar itu sendiri sangat fluktuatif," ujarnya. Volatilitas harga Bitcoin membuat pendapatan pajak dari sektor ini tidak stabil, sementara beban pada infrastruktur listrik tetap konstan.
"Saya tidak melihat penambangan yang dikelola dengan baik dapat dianggap sukses secara legal," tambah Akmal. Pernyataan ini mengisyaratkan kemungkinan perubahan kebijakan yang drastis di masa depan. Jika pemerintah memutuskan bahwa biaya sosial dan infrastruktur terlalu tinggi, Malaysia mungkin akan mengikuti jejak negara lain yang melarang aktivitas penambangan kripto secara total.
Masa Depan Kripto di Malaysia
Situasi di Malaysia mencerminkan tantangan global yang dihadapi oleh banyak negara pasca-larangan penambangan kripto di China beberapa tahun lalu. Ketika para penambang terusir dari China, mereka menyebar ke Asia Tenggara dan Amerika Serikat, mencari lokasi dengan tarif listrik rendah dan pengawasan yang longgar.
Namun, masa bulan madu bagi para penambang ilegal di Malaysia tampaknya akan segera berakhir. Dengan teknologi pengawasan yang semakin canggih, satgas khusus yang berdedikasi, dan wacana pelarangan total yang semakin kuat, ruang gerak bagi sindikat pencuri listrik ini semakin sempit.
Bagi masyarakat umum, tindakan keras ini adalah kabar baik yang menjanjikan jaringan listrik yang lebih stabil dan aman. Namun bagi dunia kripto, ini adalah peringatan: bahwa era "Wild West" dalam penambangan Bitcoin di Asia Tenggara sedang menghadapi penertiban besar-besaran.
Apakah perburuan ini akan berhasil menghentikan pencurian $1 miliar berikutnya? Hanya waktu—dan mungkin beberapa drone termal lagi—yang bisa menjawabnya.

Komentar