New York – Industri aset kripto dunia akhirnya menyaksikan akhir dari salah satu saga hukum terbesar dalam sejarah keuangan digital. Do Kwon, pendiri Terraform Labs yang pernah diagungkan sebagai "Raja Kripto" Korea Selatan, resmi dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh pengadilan Amerika Serikat. Vonis ini terkait langsung dengan runtuhnya ekosistem Terra yang menyebabkan kerugian pasar senilai US$40 miliar atau setara Rp665 triliun pada Mei 2022 silam.
Pembacaan vonis dilakukan pada Kamis (12/12/2025) di Pengadilan Distrik Manhattan, New York. Keputusan ini menjadi penutup dari rangkaian panjang pelarian, penangkapan, hingga proses ekstradisi yang melibatkan yurisdiksi berbagai negara. Hukuman ini tidak hanya menjadi sanksi bagi Kwon, tetapi juga sinyal keras dari regulator Amerika Serikat terhadap pelaku kejahatan di sektor keuangan terdesentralisasi.
Dalam ruang sidang yang dipenuhi ketegangan, Kwon tampak lebih kurus dibanding saat masa kejayaannya memimpin Terraform Labs. Ia mendengarkan dengan seksama saat palu hakim diketuk, menandakan hilangnya kebebasannya untuk satu setengah dekade ke depan. Kasus ini menjadi preseden penting bagaimana hukum konvensional dapat menjangkau kejahatan yang terjadi di dunia blockchain yang tanpa batas.
Vonis Hakim: Penipuan Skala Luar Biasa
Hakim Distrik AS, Paul A. Engelmayer, tidak menahan diri dalam memberikan penilaiannya terhadap tindakan Do Kwon. Dalam pertimbangannya, Hakim Engelmayer menyebut kejahatan yang dilakukan oleh Kwon sebagai sebuah "penipuan dengan skala luar biasa". Ia menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa disamakan dengan kegagalan bisnis biasa atau kejahatan kerah putih standar yang sering terjadi di Wall Street.
Menurut Hakim Engelmayer, dampak dari runtuhnya Terra melampaui berbagai kejahatan finansial besar yang pernah disidangkan sebelumnya di distrik tersebut. Kerugian yang ditimbulkan bukan sekadar angka statistik di atas kertas atau neraca perusahaan, melainkan representasi dari uang nyata milik jutaan orang di seluruh dunia. Dana tersebut adalah tabungan hidup, dana pensiun, dan harapan masa depan yang lenyap dalam hitungan hari.
Lebih lanjut, pengadilan menyoroti bagaimana Kwon secara sadar memilih untuk berbohong. Pada Agustus 2025, Kwon telah mengaku bersalah atas sejumlah dakwaan penipuan. Namun, hakim menekankan bahwa niat jahat tersebut sudah terlihat jauh sebelum keruntuhan terjadi. Kwon dituduh membangun sistem keuangan yang sejak awal dirancang untuk menyesatkan publik mengenai stabilitas algoritma TerraUSD (UST).
Manipulasi Psikologis dan Janji Palsu
Salah satu poin paling memberatkan yang disampaikan oleh Hakim Engelmayer adalah perbandingan antara Do Kwon dengan seorang pemimpin kultus atau sekte. Pengadilan menilai Kwon memiliki kendali psikologis yang sangat kuat atas komunitas Terra (yang sering disebut "Lunatics"). Ia memanfaatkan kepercayaan buta para pengikutnya untuk menutupi cacat fundamental dalam protokol yang ia buat.
Kwon kerap menggunakan media sosial Twitter (sekarang X) untuk membungkam kritik dan memberikan rasa aman palsu. Unggahan terkenalnya yang berbunyi, "Sedang mengerahkan lebih banyak modal, tetap tenang (Deploying more capital - steady lads)," saat krisis mulai terjadi, dinilai sebagai upaya manipulatif untuk mencegah investor menarik dana mereka, padahal ia tahu kapal sedang karam.
Investor terpikat oleh tawaran imbal hasil yang tidak masuk akal melalui Anchor Protocol. Protokol ini menjanjikan Annual Percentage Yield (APY) sekitar 20 persen bagi siapa saja yang menyimpan stablecoin UST mereka. Hakim menilai bahwa angka ini digunakan sebagai umpan untuk menarik likuiditas dari investor ritel yang awam, membuat mereka mengabaikan risiko nyata di balik mekanisme algorithmic stablecoin yang sangat rentan.
Dampak Langsung bagi Korban Terra
Persidangan vonis ini juga menjadi panggung bagi para korban untuk menyuarakan penderitaan mereka. Dampak dari runtuhnya Terra tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga menghancurkan struktur sosial dan mental para korbannya. Kesaksian-kesaksian yang terdengar di ruang sidang melukiskan gambaran suram tentang keputusasaan yang melanda ribuan keluarga pasca Mei 2022.
Seorang investor asal Ukraina memberikan kesaksian yang sangat emosional. Ia mengaku kehilangan hampir US$200.000 atau sekitar Rp3,2 miliar akibat runtuhnya nilai LUNA dan UST. Dalam pernyataannya, ia menyebut bahwa keyakinannya untuk berinvestasi dibangun sepenuhnya oleh pernyataan-pernyataan Do Kwon yang karismatik dan terlihat sangat yakin secara teknis.
Korban tersebut menjelaskan bahwa dana yang hilang itu merupakan hasil tabungan kerja keras selama 17 tahun. Ia percaya bahwa dana tersebut berada dalam kondisi aman karena label "stablecoin" yang melekat pada UST. Kehilangan dana sebesar itu di tengah situasi global yang tidak menentu membuatnya merasa hancur dan kehilangan pegangan hidup.
Selain itu, korban lain menyatakan bahwa kerugian tersebut telah menghancurkan rencana masa depan keluarganya. Dana yang seharusnya digunakan untuk pensiun lenyap seketika, memicu pertengkaran rumah tangga yang berujung pada perceraian, dan memaksa anak-anak mereka berhenti kuliah karena tidak ada biaya. Tragedi personal semacam ini menjadi pemberat utama dalam pertimbangan hakim untuk menjatuhkan vonis di atas tuntutan awal jaksa.
Tuntutan Jaksa vs Pembelaan Kwon
Dinamika hukum dalam penentuan lama masa hukuman juga menjadi sorotan. Jaksa federal awalnya menuntut hukuman 12 tahun penjara bagi Kwon. Mereka berargumen bahwa hukuman tersebut sudah cukup berat untuk memberikan efek jera. Namun, Hakim Engelmayer memiliki pandangan berbeda dan menilai tuntutan jaksa tersebut "terlalu ringan" mengingat skala kerusakan yang terjadi.
Di sisi lain, tim pembela hukum Do Kwon mengajukan permohonan agar hukuman kliennya dibatasi hanya lima tahun penjara. Mereka berdalih bahwa Kwon telah menunjukkan itikad baik dengan mengaku bersalah dan bersedia bekerja sama. Namun, permintaan ini langsung ditolak mentah-mentah oleh hakim yang menyebutnya sebagai permintaan yang "tidak masuk akal" dan tidak mencerminkan rasa keadilan bagi para korban.
Perlu dicatat bahwa Kwon sendiri menghadapi ancaman hukuman maksimal hingga 25 tahun penjara berdasarkan undang-undang sekuritas dan penipuan kawat di AS. Vonis 15 tahun ini dapat dilihat sebagai jalan tengah yang berat, di mana hakim memperberat tuntutan jaksa namun tidak memaksimalkan ancaman hukuman tertinggi, dengan mempertimbangkan pengakuan bersalah Kwon.
Sanksi Finansial dan Pembubaran Terraform Labs
Hukuman penjara bukan satu-satunya konsekuensi yang harus ditanggung oleh Do Kwon. Pengadilan juga mewajibkan Kwon untuk menyita aset pribadinya senilai lebih dari US$19 juta atau sekitar Rp304 miliar. Penyitaan ini merupakan bagian dari kesepakatan pengakuan bersalah yang telah ditandatangani sebelumnya.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa Kwon tidak dapat menikmati sisa-sisa kekayaan yang diperoleh dari hasil operasional Terraform Labs yang curang. Uang sitaan ini nantinya diharapkan dapat dikelola untuk membantu proses ganti rugi, meskipun jumlahnya sangat kecil dibandingkan total kerugian investor global.
Secara korporasi, Terraform Labs juga telah menghadapi akhir yang tragis. Pada April 2025, perusahaan tersebut dan Kwon dinyatakan bertanggung jawab secara perdata atas kasus penipuan oleh juri dalam persidangan yang diajukan oleh Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC). Mereka sepakat membayar denda fantastis sebesar US$4,5 miliar atau sekitar Rp72 triliun.
Denda perdata ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah penegakan hukum kripto oleh SEC. Hanya sehari setelah kesepakatan pembayaran denda tersebut dicapai, Terraform Labs secara resmi mengajukan pembubaran perusahaan (Chapter 11 bankruptcy), menandai berakhirnya entitas yang pernah menduduki peringkat sepuluh besar proyek kripto terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar.
Penyesalan Do Kwon di Hadapan Hakim
Dalam momen langka sebelum pembacaan vonis, Do Kwon diberikan kesempatan untuk berbicara. Ia menggunakan kesempatan ini untuk mengungkapkan penyesalannya secara terbuka. Berbeda dengan sikap arogannya di media sosial pada tahun 2021-2022, Kwon di hadapan hakim tampak tunduk dan mengakui tanggung jawab penuh.
"Saya telah menghabiskan hampir setiap waktu sadar saya dalam beberapa tahun terakhir untuk memikirkan apa yang seharusnya bisa saya lakukan secara berbeda dan apa yang bisa saya lakukan sekarang untuk memperbaiki keadaan," ujar Kwon kepada Hakim Engelmayer dengan nada suara yang rendah.
Ia juga menanggapi kesaksian para korban yang hadir di persidangan. Kwon mengaku bahwa mendengar langsung penderitaan para investor merupakan pengalaman yang sangat mengguncang. Hal itu kembali mengingatkannya pada besarnya kerugian yang telah ia sebabkan, bukan hanya secara materi tetapi juga secara kemanusiaan. Meski demikian, bagi banyak korban, permintaan maaf ini dianggap terlambat dan tidak dapat mengembalikan kehidupan mereka yang telah hancur.
Efek Domino Pasca Runtuhnya Terra
Untuk memahami mengapa vonis ini begitu penting, kita harus melihat kembali ke belakang pada peristiwa "crypto crash" tahun 2022. Kegagalan ekosistem Terra bukan sekadar bangkrutnya satu perusahaan, melainkan pemicu efek domino yang meruntuhkan separuh industri kripto pada saat itu.
TerraUSD (UST) adalah stablecoin algoritmik yang mempertahankan patokan US$1 bukan dengan cadangan dolar tunai di bank (seperti USDT atau USDC), melainkan melalui mekanisme insentif perdagangan (arbitrase) dengan token saudaranya, LUNA. Ketika kepercayaan pasar hilang, mekanisme ini gagal total, menciptakan "death spiral" yang mencetak triliunan token LUNA baru hingga harganya menjadi nol, dan menyeret harga Bitcoin serta aset lainnya jatuh drastis.
Runtuhnya Terra memicu krisis likuiditas global. Dana lindung nilai (hedge fund) raksasa seperti Three Arrows Capital (3AC) yang memiliki eksposur besar di Terra langsung bangkrut. Kebangkrutan 3AC kemudian menyeret pemberi pinjaman kripto seperti Voyager Digital dan Celsius Network ke jurang kehancuran karena gagal bayar.
Puncaknya, ketidakstabilan pasar ini mengungkap kebobrokan di bursa kripto FTX yang dipimpin Sam Bankman-Fried beberapa bulan kemudian. Oleh karena itu, hakim dan jaksa melihat Do Kwon sebagai "Patient Zero" atau pemicu awal dari musim dingin kripto (crypto winter) yang panjang dan menyakitkan, yang menghapus triliunan dolar nilai pasar global.
Perjalanan Ekstradisi yang Berliku
Jalan menuju kursi terdakwa di New York ini sangat panjang bagi Kwon. Setelah Terra runtuh pada Mei 2022, keberadaannya sempat tidak diketahui. Ia menjadi buronan internasional dengan Red Notice dari Interpol. Kwon sempat berpindah-pindah negara di Asia dan Eropa Timur untuk menghindari kejaran aparat penegak hukum.
Pada Maret 2023, Kwon akhirnya ditangkap di bandara Podgorica, Montenegro, saat mencoba terbang ke Dubai menggunakan paspor Kosta Rika palsu. Ia kemudian ditahan di Montenegro selama berbulan-bulan atas tuduhan pemalsuan dokumen perjalanan. Selama masa penahanan itu, terjadi tarik-menarik diplomatik yang sengit antara Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Kedua negara tersebut mengajukan permintaan ekstradisi karena sama-sama ingin mengadili Kwon. Korea Selatan menginginkan Kwon diadili di tanah kelahirannya, tempat di mana banyak korban awal berasal. Namun, setelah proses hukum yang rumit di pengadilan Montenegro, diputuskan bahwa Kwon akan diekstradisi ke Amerika Serikat, yang dikenal memiliki sistem hukum dan hukuman yang jauh lebih berat untuk kejahatan finansial dibanding Korea Selatan.
Mengapa Hukuman Do Kwon Begitu Berat di AS?
Q: Mengapa hakim memutuskan hukuman 15 tahun, lebih berat dari tuntutan jaksa?
Hakim Paul A. Engelmayer menggunakan diskresi yudisialnya karena menilai tuntutan jaksa sebesar 12 tahun tidak merefleksikan keparahan dampak psikologis dan sosiologis korban. Hakim ingin membuat contoh tegas bahwa kejahatan kripto (white-collar crime) dengan dampak masif harus dihukum setimpal, bahkan melebihi standar pedoman yang ada jika diperlukan.
Q: Apakah korban akan mendapatkan uang mereka kembali?
Meskipun ada penyitaan aset US$19 juta dari Kwon dan denda US$4,5 miliar dari Terraform Labs, kemungkinan korban mendapatkan kembali 100% dana mereka sangat kecil. Denda US$4,5 miliar adalah kewajiban perdata, namun karena Terraform Labs sudah bangkrut, pembayaran akan bergantung pada sisa aset perusahaan yang dilikuidasi. Aset US$19 juta milik pribadi Kwon mungkin akan didistribusikan, namun jumlahnya sangat kecil jika dibagi rata ke jutaan korban.
Q: Apa bedanya kasus ini dengan Sam Bankman-Fried (FTX)?
Keduanya sama-sama kasus penipuan kripto besar. Namun, Sam Bankman-Fried (SBF) dihukum karena mencuri dana nasabah secara langsung untuk penggunaan pribadi dan donasi politik. Do Kwon dihukum lebih karena penipuan sekuritas dan manipulasi pasar—berbohong tentang stabilitas algoritma dan utilitas produknya. Meskipun SBF mendapat hukuman lebih lama (25 tahun), vonis 15 tahun Kwon tetap dianggap sangat berat untuk kategori penipuan struktur produk.
Kesimpulan
Vonis 15 tahun penjara bagi Do Kwon menutup satu babak kelam dalam sejarah inovasi keuangan digital. Kasus ini menjadi pelajaran mahal bagi seluruh ekosistem aset kripto, mulai dari pengembang, regulator, hingga investor ritel. Bagi pengembang, ini adalah peringatan bahwa desentralisasi tidak memberikan kekebalan hukum terhadap penipuan.
Bagi investor, tragedi Terra dan hukuman yang diterima Kwon menjadi pengingat abadi tentang risiko "high risk, high return". Janji imbal hasil stabil 20 persen dalam kondisi pasar apa pun kini akan selalu dipandang dengan skeptis.
Meski Kwon kini berada di balik jeruji besi, dampak dari runtuhnya Terra masih terasa. Regulasi kripto di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, kini menjadi jauh lebih ketat demi mencegah terulangnya kejadian serupa. Keadilan mungkin telah ditegakkan di ruang sidang Manhattan, namun bagi jutaan korban yang kehilangan segalanya, jalan menuju pemulihan masih sangat panjang.

Komentar