Market Loading...

Pajak Kripto RI Tembus Rp1,76 T per Oktober 2025

 


Pajak Kripto RI Tembus Rp1,76 Triliun: Era Baru Ekonomi Digital dan Transformasi Regulasi

Laporan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membawa angin segar bagi iklim ekonomi digital di tanah air. Hingga penghujung Oktober 2025, realisasi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital menunjukkan performa yang sangat impresif. Data mencatat bahwa total setoran pajak dari sektor ini telah menembus angka Rp43,75 triliun, sebuah pencapaian yang menandakan betapa vitalnya peran teknologi dalam menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di tengah transformasi digital yang masif, aset kripto kembali membuktikan diri bukan sekadar tren sesaat, melainkan kontributor nyata bagi pembangunan negara.

Secara spesifik, aset kripto memberikan sumbangsih sebesar Rp1,76 triliun dari total penerimaan tersebut. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari adopsi aset digital yang semakin matang di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun pasar kripto global kerap mengalami volatilitas harga yang ekstrem, kepatuhan para investor dan pelaku usaha di Indonesia dalam memenuhi kewajiban perpajakan patut diapresiasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa mekanisme pemungutan pajak yang diterapkan oleh pemerintah melalui bursa dan pedagang fisik aset kripto telah berjalan dengan cukup efektif, meskipun masih terdapat ruang untuk penyempurnaan di masa mendatang.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan resminya pada Kamis (4/12/2025), menegaskan bahwa realisasi total Rp43,75 triliun tersebut menjadi bukti tak terbantahkan bahwa ekonomi digital adalah motor baru penerimaan negara. Pernyataan ini sejalan dengan visi pemerintah untuk terus mengoptimalkan potensi pendapatan dari sektor non-konvensional. Di era di mana transaksi fisik mulai bergeser ke ranah digital, kemampuan negara untuk menangkap nilai ekonomi dari aktivitas virtual menjadi kunci keberlanjutan fiskal. Rosmauli menyoroti bahwa kontribusi ini akan terus dipantau dan dioptimalkan seiring dengan perkembangan teknologi finansial yang dinamis.

Pencapaian ini juga menjadi momentum penting menjelang pemberlakuan aturan perpajakan baru yang lebih komprehensif. Pemerintah tidak hanya berfokus pada pemungutan, tetapi juga pada penciptaan ekosistem yang adil (level playing field) bagi seluruh pelaku usaha. Dengan kontribusi yang semakin signifikan, sektor kripto kini mendapatkan perhatian lebih serius, bukan lagi dipandang sebagai komoditas spekulatif semata, melainkan sebagai instrumen keuangan yang sah dan terregulasi. Inilah gambaran awal dari wajah baru ekonomi digital Indonesia di tahun 2025.

Jejak Rekam Setoran Pajak Kripto: Dari 2022 Hingga 2025

Untuk memahami signifikansi angka Rp1,76 triliun pada tahun 2025, kita perlu melihat kilas balik perjalanan pemajakan kripto di Indonesia. Sejak pertama kali diberlakukan pada pertengahan tahun 2022, penerimaan pajak dari aset kripto mengalami pasang surut yang sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar global atau yang sering disebut dengan siklus bull dan bear market. Pada tahun pertama pelaporannya di 2022, negara berhasil mengantongi Rp246,45 miliar. Angka ini adalah permulaan yang baik, mengingat saat itu regulasi masih dalam tahap adaptasi awal bagi para investor maupun pihak bursa (exchanger).

Namun, memasuki tahun 2023, terjadi penurunan setoran menjadi Rp220,83 miliar. Penurunan ini dapat dikaitkan dengan fase "Crypto Winter" yang melanda pasar global, di mana harga aset-aset utama seperti Bitcoin dan Ethereum mengalami koreksi dalam, yang berimbas pada penurunan volume transaksi harian secara drastis. Ketika volume perdagangan turun, otomatis pungutan PPh dan PPN atas transaksi tersebut juga menyusut. Tahun 2023 menjadi ujian bagi ketahanan pasar kripto domestik, namun sistem perpajakan tetap berjalan meskipun dengan hasil yang terkoreksi.

Pemulihan mulai terlihat jelas pada tahun 2024, di mana setoran pajak kripto melonjak drastis menjadi Rp620,4 miliar. Lonjakan ini hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, didorong oleh kembalinya sentimen positif pasar dan meningkatnya jumlah investor kripto di Indonesia yang mencapai puluhan juta orang. Tren positif ini berlanjut dan semakin menguat di tahun 2025. Sepanjang periode Januari hingga Oktober 2025 saja, tercatat penerimaan sebesar Rp675,6 miliar untuk tahun berjalan, yang jika diakumulasikan dengan sisa pelaporan tahun-tahun sebelumnya dan penyesuaian data, total kontribusi bersih mencapai angka triliunan yang disebutkan di awal.

Rincian dari total penerimaan pajak kripto hingga Oktober 2025 ini terdiri dari dua komponen utama: Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Data DJP merinci bahwa PPh 22 menyumbang sebesar Rp889,52 miliar, sementara PPN Dalam Negeri memberikan kontribusi sebesar Rp873,76 miliar. Keseimbangan antara perolehan PPh dan PPN ini menunjukkan bahwa aktivitas transaksi (jual-beli) dan nilai aset yang diperdagangkan berjalan beriringan. Data historis ini menjadi landasan kuat bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan baru yang lebih relevan dengan kondisi pasar terkini.

Peta Besar Ekonomi Digital: Fintech dan PMSE Mendominasi

Meskipun pertumbuhan pajak kripto sangat mengesankan, ia hanyalah satu bagian dari kue besar penerimaan pajak ekonomi digital. Secara keseluruhan, kontributor terbesar masih dipegang oleh PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Hingga Oktober 2025, PPN PMSE mencatatkan rekor setoran sebesar Rp33,88 triliun. Angka raksasa ini berasal dari pemungutan pajak atas produk digital luar negeri yang dijual kepada konsumen di Indonesia, seperti layanan streaming film, musik, aplikasi berbayar, hingga perangkat lunak. Dominasi PMSE menunjukkan bahwa konsumsi digital masyarakat Indonesia sangat tinggi.

Di posisi kedua setelah PMSE, terdapat sektor teknologi finansial atau Peer-to-Peer (P2P) Lending dan layanan keuangan digital lainnya (Fintech). Setoran pajak dari sektor fintech mencapai Rp4,19 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh semakin luasnya akses masyarakat terhadap pinjaman online legal dan layanan pembayaran digital yang memudahkan transaksi sehari-hari. Fintech telah menjadi solusi bagi masyarakat yang unbanked atau underbanked, dan sebagai imbal baliknya, negara mendapatkan pemasukan pajak yang signifikan dari perputaran uang di sektor ini.

Selain itu, terdapat juga penerimaan yang dipungut melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) yang menyumbang sebesar Rp3,92 triliun. SIPP merupakan mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan secara elektronik, di mana pajaknya kini terpantau lebih rapi dan transparan. Gabungan dari PMSE, Fintech, SIPP, dan Kripto inilah yang membentuk total Rp43,75 triliun. Diversifikasi sumber pendapatan ini sangat penting agar negara tidak hanya bergantung pada satu sektor saja, melainkan memiliki portofolio penerimaan yang seimbang dari ekosistem digital.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus menekankan komitmennya untuk menyempurnakan sistem pemajakan ini. Tujuannya bukan semata-mata mengejar setoran, melainkan menciptakan keadilan. Perusahaan digital, baik lokal maupun asing, harus memiliki perlakuan pajak yang setara dengan perusahaan konvensional. Prinsip "same business, same rules" menjadi landasan agar tidak terjadi distorsi pasar. Penyempurnaan regulasi terus dilakukan agar administrasi pajak menjadi lebih sederhana, mudah dipatuhi, namun tetap efektif dalam mengamankan hak negara.

Transformasi Regulasi: PMK 50/2025 dan Kenaikan Tarif

Berita paling krusial bagi para pelaku pasar kripto di tahun 2025 adalah terbitnya aturan baru, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025. Regulasi ini membawa perubahan fundamental dalam struktur perpajakan aset kripto di Indonesia. Mulai 1 Agustus 2025, pemerintah menerapkan skema baru yang mengubah beban pajak dari sebelumnya berbasis PPN dan PPh final, menuju skema yang lebih condong pada Pajak Penghasilan (PPh). Kebijakan ini merupakan respons atas dinamika industri dan perubahan status aset kripto itu sendiri.

Poin paling menonjol dalam PMK 50/2025 adalah penghapusan PPN atas transaksi aset kripto. Jika sebelumnya setiap kali investor melakukan pembelian aset kripto dikenakan PPN, kini beban tersebut dihilangkan. Penghapusan PPN ini disambut baik oleh sebagian pelaku pasar karena dianggap mengurangi biaya transaksi ganda dan membuat harga aset lebih kompetitif dibandingkan exchange luar negeri. Namun, sebagai kompensasi atas hilangnya potensi penerimaan dari PPN, pemerintah menaikkan tarif PPh secara signifikan.

Dalam aturan anyar ini, tarif PPh Pasal 22 atas penghasilan dari transaksi aset kripto ditetapkan sebesar 0,21%. Angka ini berlaku bagi seluruh pihak yang memperoleh penghasilan dari aktivitas kripto, mulai dari penjual aset (investor retail), penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (exchange), hingga para penambang aset kripto (miners). Kenaikan ini cukup tajam jika dibandingkan dengan regulasi lama, PMK 68/2022, yang hanya menetapkan tarif PPh final sebesar 0,1% untuk transaksi di platform yang terdaftar di Bappebti.

Secara matematis, kenaikan dari 0,1% menjadi 0,21% berarti beban pajak penghasilan naik lebih dari dua kali lipat atau sekitar 110%. Bagi trader dengan volume transaksi harian yang tinggi (high frequency trader) atau scalper, kenaikan ini tentu akan sangat terasa menggerus margin keuntungan mereka. Namun, bagi investor jangka panjang (holder), penghapusan PPN mungkin bisa menjadi penyeimbang yang adil. Pemerintah berdalih bahwa tarif baru ini disiapkan untuk berlaku penuh pada tahun pajak 2026, memberikan masa transisi bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan sistem mereka.

Analisis Dampak: Transisi dari Komoditas ke Instrumen Keuangan

Perubahan tarif pajak ini tidak terjadi di ruang hampa, melainkan merupakan konsekuensi logis dari pergeseran paradigma hukum aset kripto di Indonesia. Sebelumnya, aset kripto dikategorikan murni sebagai "komoditas" yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka, sehingga berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Karena statusnya sebagai barang komoditas, maka pengenaan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah hal yang wajar secara undang-undang perpajakan.

Namun, seiring dengan disahkannya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), status aset kripto berevolusi menjadi "Inovasi Teknologi Sektor Keuangan" (ITSK). Hal ini menandai perpindahan kewenangan pengawasan dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang proses transisinya dimulai sejak Januari 2025. Ketika aset kripto dianggap sebagai instrumen keuangan atau aset investasi—mirip dengan saham atau obligasi—maka rezim perpajakannya pun harus menyesuaikan. Instrumen keuangan pada umumnya tidak dikenakan PPN, melainkan PPh atas keuntungan (capital gain) atau transaksi.

Oleh karena itu, PMK 50/2025 sejatinya adalah langkah harmonisasi aturan pajak dengan status hukum baru aset kripto di mata OJK. Penghapusan PPN menegaskan bahwa kripto kini dipandang setara dengan alat investasi keuangan lainnya, bukan lagi sekadar barang dagangan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan legitimasi industri kripto di mata institusi keuangan tradisional, seperti perbankan, yang mungkin akan lebih terbuka untuk berkolaborasi atau menyediakan layanan terkait kustodian aset digital di masa depan.

Bagi para investor, masa transisi ini menuntut adaptasi strategi. Dengan tarif PPh 0,21%, biaya "keluar" atau cash out menjadi lebih mahal. Investor perlu memperhitungkan break-even point yang baru dalam setiap strategi trading mereka. Di sisi lain, kepastian hukum yang dibawa oleh pengawasan OJK dan aturan pajak yang lebih jelas diharapkan dapat menarik minat investor institusional (seperti family office atau hedge fund) untuk masuk ke pasar kripto Indonesia, yang selama ini ragu karena ketidakjelasan regulasi.

Tantangan dan Harapan di Masa Depan

Peningkatan penerimaan pajak kripto yang mencapai Rp1,76 triliun hingga Oktober 2025 adalah prestasi, namun tantangan ke depan masih membentang. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana memastikan kepatuhan pajak tetap tinggi di tengah kenaikan tarif PPh. Ada kekhawatiran bahwa tarif 0,21% yang dianggap tinggi oleh sebagian komunitas dapat mendorong investor beralih ke exchange global yang tidak berizin (ilegal) atau menggunakan Decentralized Exchanges (DEX) yang sulit dilacak oleh otoritas pajak. Jika ini terjadi, maka potensi penerimaan negara justru bisa tergerus (capital flight).

Pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang masif dan transparan mengenai manfaat dari pajak yang dibayarkan. Selain itu, penegakan hukum terhadap platform ilegal harus diperketat untuk melindungi industri dalam negeri yang sudah patuh memungut pajak. DJP dan OJK harus bersinergi untuk menciptakan sistem pengawasan yang terintegrasi, di mana data transaksi dapat dipantau secara real-time untuk meminimalisir kebocoran pajak tanpa mengganggu privasi pengguna secara berlebihan.

Di sisi lain, harapan tumbuh suburnya industri blockchain di Indonesia semakin besar. Pajak yang terkumpul diharapkan dapat dikembalikan dalam bentuk infrastruktur digital yang lebih baik, literasi keuangan bagi masyarakat, dan dukungan bagi startup Web3 lokal. Jika dikelola dengan baik, Indonesia tidak hanya akan menjadi pasar konsumen aset kripto terbesar, tetapi juga bisa menjadi hub inovasi teknologi blockchain di Asia Tenggara.

Sebagai penutup, realisasi pajak ekonomi digital dan kripto tahun 2025 memberikan sinyal kuat bahwa Indonesia sedang bergerak ke arah yang benar dalam mengadopsi teknologi masa depan. Meskipun ada pro dan kontra terkait besaran tarif baru dalam PMK 50/2025, hal ini adalah bagian dari proses pendewasaan industri. Kuncinya kini ada pada keseimbangan regulasi: bagaimana memajaki demi pendapatan negara, tanpa mematikan inovasi dan daya saing industri itu sendiri. Tahun 2026 akan menjadi pembuktian apakah skema baru ini efektif mendorong pertumbuhan atau justru sebaliknya.

Jangan Ketinggalan Sinyal & Update!

Gabung dengan komunitas kami untuk mendapatkan analisa teknikal harian, berita crypto terbaru, dan peluang airdrop langsung ke HP kamu.

Tulis Komentar

Komentar

Tutup Iklan [x]